Salatiga Kota Toleran, Tempat Penggemblengan Para Cendekiawan

IMG-20241108-WA0015
Spread the love

Pelitanusantara.com Kota Salatiga bisa disebut sebagai kota toleran. Kota Salatiga mendapat indeks kota tertoleransi no. 2 se-Indonesia.

Pada tanggal 6 April 2023 yang lalu, Setara Institute memberikan penghargaan kepada masyarakat Salatiga. Penghargaan sebagai kota yang memiliki Indeks Kota Toleran (IKT) ke-2 pada saat itu diterima Pj Walikota Salatiga Sinoeng N. Rachmadi.

Berikut kota-kota yang disebut memiliki IKT berdasarkan penelitian dan publikasi Setara Institute sebagaimana yang dikutip jatengprov.go.id 7/4/2023: 1. Kota Singkawang 6,583, 2. Kota Salatiga 6,417, 3. Kota Bekasi 6,080, 4. Kota Surakarta 5,883, 5. Kediri 5,850, 6. Kota Sukabumi 5,810, 7. Kota Semarang 5,783, 8. Kota Manado 5,767, 9. Kota Kupang 5,687, dan 10. Kota Magelang 5,670.

Dengan memiliki IKT no. 2 menunjukkan nilai toleransi yang tinggi di dalam kehidupan masyarakat Salatiga. Meski mereka berbeda-beda dan suku antar ras dan golongan, tetapi mereka hidup rukun dan guyub membangun kotanya bersama-sama.

Saya pernah menyaksikan sebuah istigotsah di Lapangan Pancasila, berjalan dengan tertib tanpa gangguan apa pun. Rekan-rekan Kristiani merayakan natal, biasanya tanggal 25 Desember dini hari di lapangan terbuka dengan dihadiri oleh ribuan massa dari inter-denominasi dan berlangsung tertib dan aman.

Asal-usul Nama

Pada waktu saya masih sekolah di SD, sering mendengar cerita guru tentang terjadinya nama “salatiga”. Konon terdapat seorang pembesar Kota Semarang yang bernama Ki Ageng Pandanaran. Karena keinginan Ki Ageng Pandanaran yang sangat besar memperdalam keislamannya, maka bersama dengan istri beliau melakukan perjalanan ke daerah Bayat yang sekarang termasuk wilayah Kabupaten Klaten. Di Bayat ini ada seorang ahli Agama Islam yang berjuluk Sunan Bayat.

Sesampainya Ki Ageng Pandanaran di daerah yang sekarang disebut Tuntang, Ki Ageng Pandanaran dicegat oleh 3 orang begal. Begal adalah sebuah pekerjaan yang mencegat orang dan meminta harta kekayaan yang dibawa orang yang dicegat itu. Jika orang yang dicegat tidak memenuhi permintaan, maka begal itu dengan tega akan menganiaya atau melukai orang yang dicegat itu dengan senjata yang dibawa.

Saat Ki Ageng Pandanaran dicegat oleh ketiga begal itu, Ki Ageng Pandaran berkata,”Salah tiga (maksudnya yang bersalah tiga orang begal tersebut).” Dari “salah tiga” tadi kemudian berkembang menjadi kata Salatiga yang akhirnya menjadi sebuah nama kota kecil yang dihimpit oleh Kabupaten Semarang dan Kabupaten Boyolali itu.

Menurut catatan yang dikutip Kompas.com 14/1/2022, sebagaimana yang tertulis di Prasasti Plumpung yang berupa batu andesit di Kelurahan Kauman Kidul Kecamatan Sidorejo Salatiga yang keberadaannya sejak tahun 750 Masehi. Di batu andesit berukuran panjang 170 cm, lebar 160 cm dengan garis lingkar 5 meter itulah tertulislah asal-usul Salatiga. Seorang sejarawan dan ahli epigraf Dr. J.G de Casparis yang mentransliterasi tulisan di prasasti yang kemudian disempurnakan oleh Prof. Dr. R. Ng Poerbatjaraka. Dalam tulisan itu terdapat informasi bahwa daerah Salatiga dulunya bernama Hampra dan berstatus sebagai tanah perdikan atau swatantra. Para sejarawan memperkirakan bahwa pemberian status perdikan itu diberikan oleh Raja Bhanu karena masyarakat Hampra dianggap sudah berjasa. Raja Bhanu saat itu memiliki wilayah sekitar Salatiga, Kabupaten Semarang, Ambarawa, dan kabupaten Boyolali.

Sejuk dan Nyaman

Seorang Dekan Fakultas Sains dan Matematika, Wahyu Hari Kristiyanto (49) yang saat ini bermukim di Perum Bulu Permai Salatiga menyebut merasa nyaman hidup di Salatiga. Kenyamanan hidup di Salatiga karena anugerah Salatiga sebagai kota pendidikan dan kota bertoleransi tinggi antarumat beragama dan suku budaya.

“Hidup di Salatiga memang cukup ‘hemat’ dengan kesejukan kotanya yang memungkinkan tempat tinggal tidak perlu AC dan relatif sedikit gangguan nyamuk. Biaya hidup yang meliputi harga sewa rumah, harga makanan, sayuran yang relatif lebih rendah dibanding saerah lain menambah imej bahwa hidup di Kota Salatiga memang murah dan memikat. Di Salatiga juga tersedia penginapan dari homestay hingga hotel berbintang dengan harga yang tergolong sangat terjangkau,” demikian Wahyu Hari Kristiyanto asal Jepara namun sudah hidup puluhan tahun di Salatiga.

Tere (19) mahasiswa UKSW prodi Pendidikan Matematika Semester 4 mengatakan bahwa Salatiga adalah kota yang nyaman. “Salatiga itu kota yang nyaman setelah kota Pati, kota kelahiran saya. Di Pati panas, di Salatiga sejuk sehingga tidak takut keluar, udara dan airnya segar. Di Salatiga bertemu dengan teman-teman dari asal kota yang sama, sehingga merasa nyaman,” demikian Tere yang ditemui terpisah.

Imel (18) mahasiswa UKSW prodi PGSD asal Pati juga menyatakan senada, bagi Tere kota Salatiga cukup aman. “Sebelumnya saya belum banyak mengenal kota Salatiga. Kota Salatiga cukup asyik, tidak marak kejahatan, cukup aman. Untuk makan, cukup banyak rumah makan, tetapi saya masak sendiri. Orang asli Salatiga cukup ramah demikian dengan teman-teman dari luar kota cukup ramah,” ujar Imel yang berasal dari Puncel Kabupaten Pati ini.

Kota Pelajar

Julukan lain yang disematkan kepada kota Salatiga adalah “Kota Pelajar”. Mengapa demikian, di Salatiga banyak berdatangan para siswa sekolah dan terutama mahasiswa dari berbagai daerah di Indonesia bahkan dari luar negeri juga untuk melakukan studi di Salatiga.

Di Salatiga terdapat kampus legendaris Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) yang menampung mahasiswa dari berbagai pulau di wilayah Indonesia sehingga UKSW ini sering disebut sebagai kampus Indonesia mini.

Di samping itu ada universitas dan sekolah tinggi, yakni Universitas Islam Negeri atau UIN yang semula adalah Institut Agama islam Negeri (IAIN). Selain itu ada juga Akademi Kebidanan (AKBID) Ar-Rum, Akademi Kebidanan (AKBID) Bhakti Nusantara, dan Sekolah Tinggi Bahasa Asing (STIBA) Satya Wacana.

Di Salatiga juga terdapat sekolah internasional, tempat di mana para profesional dari berbagai manca negara menyekolahkan anaknya di sana. Sekolah dari TK, SD, SMP dan SMA ini bernama Mountain Christian School. Sekolah ini terletak di Kecamatan Sidomukti Salatiga.

Ayo siapa yang pengin menjadi seorang cendekiawan? Datang dan belajarlah di Salatiga, kota berhawa sejuk yang memiliki toleransi tinggi antar masyarakatnya.

Oleh: Suyito Basuki

Tinggalkan Balasan

error: Coba Copy Paste ni Ye!!