YOGYAKARTA-PN NEWS, Kawasan Industri Piyungan (KIP) Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, di sinyalir lamban pertumbuhannya , jika dibandingkan dengan Kawasan Industri di daerah lain, padahal KIP sudah dicanangkan oleh Gubernur DIY Sri Sultan HB X sejak tahun 2000 silam.
Kawasan Industri Piyungan sebenarnya sudah di kerjakan secara intensif, sudah ada pengembangan hub industri kerajinan yang di kelola secara inklusif, dimana para pengrajin dan UMKM Kerajinan di DIY tersalurkan produknya, bahkan sudah export secara kontinyu, namun menurut informasi dari pihak pengelola kawasan industri tersebut kurang mendapat dukungan dari pihak-pihak terkait. Pemerintah Daerah masih setengah hati memberi dukungan meskipun sudah ada SK Gubernur tentang Kawasan Industri Piyungan ini.
Pihak Kalurahanpun tidak terlalu responsif akan hal ini , bahkan masyarakat setempat pernah memblokir jalan, sehingga akses transportasi seperti mobil container yang membawa barang produksi untuk tujuan export tertahan.
Prihatin dengan situasi tersebut , “Forum Ketahanan dan Pembangunan Nasional” (Forhanas) yang di ketuai oleh Prof.Dr.Ir.Djagal Wiseno Marseno,M.Agr, menggelar Focus Group Discusion (FGD), melakukan kajian terhadap kasus KIP tersebut, di hadiri para Akademisi multidisiplin dan pengelola KIP.
Para Akademisi yang hadir diantaranya Prof.Dr.P.M.Laksono., Prof. Dr.M.Hawin, SH,LLM.,Ph.D., Dr.Andreas Budi., Dr.Amirullah Setyahardi., Dr.Haryadi Baskoro,MA.,M.Hum., Supriyanto,SE., Eddy Margo Ghozali,MBA., M.Rizky Arbali, MBA.,dan Sigrid Canny Widarji, ST.,MAS,ARS.
Prof.Djagal mengatakan , hasil kajian dan diskusi FORHANAS menunjukkan Kawasan Iindustri Piyungan sudah sejalan dengan visi dan kebijakan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta.
Lebih lanjut Ketua Forhanas, Prof.Djagal menuturkan, KIP ini dibangun diatas tiga nilai utama Yogyakarta yaitu “Hamemayu Hayuning Bawana, Sengkan Paraning Dumadi dan Manunggaling Kawulo lan Gusti”, bahkan pengelola KIP sangat berkomitmen pada visi ini.tuturnya.
Prof.Djagal menuturkan , dari hasil kajian FORHANAS, pengelola KIP sejauh ini mempraktekkan ekonomi kerakyatan yang inklusif. KIP tidak didisain untuk menyedot semua pengrajin ke dalamnya, karena hal ini akan mematikan UMKM-UMKM yang sudah ada. ujarnya.
Akan tetapi KIP didisain sebagai hub yang mensinergikan banyak pengrajin, yang tetap bisa berkarya di desa masing-masing , untuk kemudian di sempurnakan di Kawasan Industri Piyungan untuk tujuan export.
Bertolak dari kajian ini, Ketua Forhanas menyarankan pihak pengelola KIP terus melanjutkan komitmennya untuk membangun KIP.
Sementara itu, Dr. Haryadi Baskoro,MA, salah seorang peneliti Forhanas, beberapa saat lalu kepada media menerangkan bahwa, pentingnya dukungan Pemerintah Daerah dari level Provinsi sampai level Kalurahan. Haryadi menuturkan, Pada tahun 2018 silam, Pemda DIY terus mendorong pembangunan KIP ini, supaya dan bahkan bisa menandingi kawasan Industri Silicon Valley di Amerika Serikat,tutur Haryadi.
Menurut Haryadi Baskoro, yang juga seorang aktifis dan penulis, yang sudah banyak menulis buku tentang Keistimewaan DIY, mengharapkan Pemerintah Daerah, Daerah Istimewa Yogyakarta harus bertransformasi menjadi “entrepreneur government”, agar tetap fokus dan antusias mendukung pembangunan KIP.
Visi entrepreneur government tersebut merupakan arahan Sri Sultan Hamengkubuwono X, sebagaimana yang tertulis dalam buku Merajut Kembali Keindonesiaan kita, terbit tahun 2017 lalu, pungkas Haryadi Baskoro. (Ome)