Jakarta – Pelitanusantara.com |Persatuan Wartawan Nasrani (PEWARNA) Indonesia dan Sekolah Tinggi Theologi (STT) IKAT gelar kuliah Kuliah Umum dengan Tema “Merajut Kebersamaan, Merawat keindonesian, Memperkokoh Persatuan”.
Kuliah umum digelar sebagai respon dari sebagian kecil persoalan ditengah-tengah kehidupan anak bangsa. Keberagaman yang diwarnai dengan isu-isu negatif yang bila dibiarkan akan berdampak buruk bagi keutuhan bangsa.
Secara khusus, pelaksanaan kuliah umum dilatarbelakangi oleh isu-isu agama yang kerap kali digunakan oleh oknum tidak bertanggung jawab untuk kepentingan pribadi dan kelompok. Masyarakat yang berbeda-beda keyakinan yang semula hidup damai, aman dan tentram diusik dengan isu-isu hoak yang memecah belah sesama anak bangsa.
Syekh. Dr. Abdussalam Rasyidi Panji Gumilang, Ketua Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun Indramayu diundang sebagai narasumber di sesi pertama kuliah umum, yang memulai dengan pembahasan tentang sejarah peradaban bangsa Indonesia dan sejarah masuknya agama-agama di Indonesia.
Syekh Abdussalam menyampaikan dengan sangat rinci dan mendetail tentang sejarah sebagai tonggak penting dalam menjaga kerukunan, menjadi dasar kita untuk hidup berdampingan dan bersahabat.
Syekh Abdussalam mengingatkan bahwa sejarah harus dipahami dengan benar, sebab pemahaman yang benar akan melahirkan perilaku hidup yang benar.
Syek Abdussalam juga menyampaikan bahwa perjalanan sejarah itu penting untuk diketahui agar dapat mengambil nilai-nilai yang hidup dan tumbuh pada masa lalu.
“Karena untuk menyambung segala yang baik pada masa lalu, haruslah mengingat masa lalu sebagai acuan melanjutkan kebaikan-kabaikan dan kedamaian itu” ucapnya.
“seperti halnya kebiasaan kita menyanyikan Indonesia Raya hanya dengan 1 stanza, itu salah. Karena Indonesia Raya sebenarnya 3 stanza. Jika kita menyanyikannya hanya 1 stanza, maknanya akan berbeda saat kita menyanyikannya 3 stanza” ucapnya.
Syehk menegaskan bahwa pemahaman sejarah yang benar adalah bagian dari upaya mempertahankan, merawat dan menumbuhkan kebersaman, kedamaian dan persatuan sesama anak bangsa.
Ketua Pompes Al Zaytun ini juga menyampaikan bahwa Pancasila sebagai ideologi Indonesia sudah sangat tepat dalam bingkai keberagaman yang ada di Indonesia. Memantapkan penerapannya harus kita tumbuh kembangkan lagi, agar hidup rukun dapat terwujud seperti sebelumnya.
Syekh menyampaikan, lahirnya intoleransi salah satunya disebabkan oleh kurangnya ilmu seseorang, karena orang yang tak berilmu tidak akan bisa memerdekakan dirinya. Orang-orang yang radikal dan intoleran adalah orang yang belum merdeka dalam berfikir.
Syekh Abdussalam meminta semua anak bangsa harus memiliki ilmu yang benar, ilmu yang mampu memerdekan cara berfikir kita yang berfokus pada kesatuan dan Keindonesian.
Dr. Ali Mocthar Ngabalin, MA, Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Badan Koordinasi Mubaligh Seluruh Indonesia (BAKOMUBIN) diundang sebagai narasumber di sesi 2 kuliah umum,
Dr. Ali Mocthar menyampaikan bahwa masyarakat terpelajar itu diidentifikasi dalam 5 variabel penting yakni,
Believe in God
Kita percaya pada satu titik yang mengatur kehidupan kita, yaitu kepercayaan pada Tuhan yang maha esa. Kita meyakini hidup kita tidak lepas dari campur tangan Tuhan. Semua sendi kehidupan manusia berpusat dan bermuara dari Padanya (Tuhan/Allah).
“Kita memang berbeda dalam keyakinan, kita berbeda dalam banyak hal, tapi mustahil kita tak bisa ketemu dalam satu hal, tidak mungkin” ucapnya.
Dr. Ngabalin juga menyampaikan bahwa takdirlah yang membuat kita berbeda, tapi kasih yang mempersatukan kita.
“kalau ada yang klaim hidupnya paling bersih dan suci, maka itu adalah manusia paling hina dalam sejarah panjang manusia” tegasnya.
Ngabalin menjelaskan bahwa doktrin believe in God itu harus ada, itulah sebabnya semua orang harus percaya kuasa Tuhan hadir dalam hidup semua manusia, itu adalah konsep orang-orang yang memiliki peradaban.
“Tidak ada dikolong negeri ini yang merasa hidupnya tanpa kuasa Tuhan, karena setiap orang yang ada di republik NKRI harus percaya bahwa kuasa Tuhan hadir dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, itulah konsep manusia yang memiliki peradaban” tegasnya.
Intelektual Knowledge
Dr. Ngabalin yang merupakan Tenaga Ahli Utama KSP mengatakan bahwa kehadiran STT IKAT adalah sebagai kampus yang mempersiapkan generasi yang memiliki kemampuan intelektual knowledge.
Ngabalin dalam penjelasannya menyampaikan, bahwa ilmu lah yang merangsang keyakinan pada setiap diri manusia. Karena ilmu pengetahuanlah yang membuat kita dapat membedakan mana hak dan kewajiban, itulah tanda kelompok terpelajar.
“Hanya orang bodoh yang tidak mengerti tentang sistem nilai kebenaran dalam membangun kehidupan, kebersamaan dalam kerangka kesatuan Republik Indonesia” tegas Dr. Ngabalin.
Dr. Ngabalin juga meminta rektor STT IKAT agar pertemuan-pertemuan seperti ini harus terus dilakukan. dan Ngabalin juga menyampaikan bahwa dirinya sudah banyak mengundang tokoh-tokoh lintas agama untuk bicara, kita duduk bersama, ndak mungkin kita tak bisa ketemu dalam satu titik, kita pasti ketemu dalam satu titik tertentu. Karena Roh Keyakinan (Allah) yang ada padaku, ada juga pada pastor, pendeta, karena Tuhanlah yang menjadikan semua. karena itu sebuah keberkahan yang tak mungkin siapapun bisa menolak.
The founding father kita, sudah sangat tepat mengambil keputusan yang baik untuk negeri ini. tidak mungkin kita lebih pintar dari mereka, Ketuhanan yang maha esa adalah salah produk dari hasil kesepakatan founding father kita, yang awalnya Indonesia ingin dejadikan sebagai negara yang berdasar pada syariat Islam, kemudian diganti jadi ketuhanan yang maha esa, kenapa? demi masa depan peradaban bangsa ini.
“Islam saya ini adalah islam indonesia, maka culture dalam sujud dan peribadatan saya, dalam berfikir saya, dan sikap saya dalam membangun silaturahmi adalah dalam culture Indonesia.
CULTURE
Ngabalin menjelaskan perbedaan-perbedaan keyakinan itu kita pertemukan dalam culture kita yang sama. “pantang bagi kami, jangankan berbicara dan berteriak, karena dalam culture kami; berjalan didepan guru pun kami tak sanggup” ucap Ngabalin.
“Konsep moral culture yang dibangun oleh STT IKAT mendirikan kampus, karena menyadari kalau Indonesia ini membutuhkan generasi-generasi pelanjut teladan agama, pengembang cinta dan kasih pada orang banyak, dengan nilai-nilai, budaya, iman dan ilmu yang benar” ucap Ngabalin.
THE YOUNG GENERATION
Ngabalin meyakini bahwa kehadiran injil-injil datang dari tangan-tangan yang telah Tuhan berkati.
“Tuhan menjamin setiap kehidupan manusia. Karena Tuhanlah yang menciptakannya, Kenapa manusia berani menghakimi sesama manusia? bukankah segala ciptaan harus tunduk pada Tuhan? Semua manusia harus juga menghormati semua ciptaannya. Karena Tuhan yang ciptakan kita berbeda, kalau Tuhan mau bisa ciptakan 1 agama. Tapi Tuhan punya kehendak kita berbeda.
“Generasi muda harus melihat perkembangan teknologi Four Point Zero (4.0) adalah alam teknologi yang semakin maju dan terbuka. Pikiran kita juga harus semakin terbuka tak perlu takut tak karu-karuan, semua sudah terbuka disemua sektor, kenapa masih ada yang takut tak karu-karuan menghadapi perbedan-bedaan yang ada” ucap ngabalin.
Dr. Ali Mochtar Ngabalin menjelaskan bahwa urusan agama adalah urusan pribadi dengan Tuhan, biarkan semua manusia meyakini setiap nilai-nilai kebenaran dengan kepercayaan masing-masing.
“Rakyat Indonesia Itu adalah Kristen, Rakyat Indonesia itu adalah Islam, Rakyat Indonesia itu adalah Hindu, Budha, Khatolik dan Khonghucu” Tegas Ngabalin dengan penuh semangat.
“Negeri ini adalah negeri patahan surga, yang sengaja Tuhan jatuhkan di benua Asia. Karena setiap agama mengajarkan tentang cinta dan kasih” ucap Ngabalin.
Ngabalin juga menyampaikan bahwa dirinya sudah berpidato dimana-mana, bahkan di Gereja Khatolik di Belanda, semua karena nilai-nilai kebenaran, cinta, dan kasih. kerana tak mungkin saya bisa sampai kesana berpidato tanpa semua nilai-nilai itu.
Diakhir pengantar pemaparan, Ngabalin menyampaikan Selamat Hari Natal dan Tahun Baru.
Rektor STT IKAT, Dr. Jimmy Lumintang dalam sambutannya menyampaikan bahwa STT IKAT dalam memilih tema kuliah umum berdasar pada persoalan keberagaman yang sedang dihadapi bangsa Indonesia.
Kuliah umum yang digelar di Ruang Serbaguna Kampus STT IKAT, Jl, Rempoa Permai, Bintaro, Jakarta Selatan (28/01/20) dimulai dari jam 10 pagi hingga jam 4 sore dihadiri ratusan mahasiswa STT IKAT, Mahasiswa Pascasarjana Ikat, anggota Pewarna Indonesia dan tokoh-tokoh Masyarakat Kristen dan Masyarakat Umum. (Pgr)