Iklan Tri 1536x254

DUPLIK: PENUNTUT UMUM TIDAK KONSISTEN DALAM TUNTUTAN

Img 20250423 Wa0006
Img 20241215 Wa0122
Img 20250318 Wa0041
Spread the love

Kutai Barat – Dalam lanjutan sidang perkara dugaan pemalsuan SPPT dengan terdakwa Eronius, setelah pembacaan pledooi oleh Tim Penasihat Hukum dari Pos Bantuan Hukum Perkumpulan Advokat Indonesia (Posbakumadin), Majelis Hakim memberikan waktu cukup panjang bagi Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri Kutai Barat untuk menyusun replik atau tanggapan atas pembelaan tersebut, yakni hampir tiga minggu penuh.

Sidang kembali digelar pada tanggal 16 April 2025 dengan agenda pembacaan replik dari Penuntut Umum. Menurut Tonang, Penasihat Hukum yang dikenal luas sebagai “Advokat Master Beruk Kalimantan”, setelah mempelajari secara seksama isi replik, ditemukan sejumlah kejanggalan serius yang mengindikasikan ketidakkonsistenan antara isi replik dan surat tuntutan (requisitoir) sebelumnya.

Tonang menilai, dalam *pledooi*-nya telah ia singgung bahwa surat tuntutan Jaksa terkesan memanipulasi fakta persidangan. Salah satu anomali serius adalah dominasi kutipan keterangan saksi dari BAP Kepolisian yang tidak relevan lagi, sebab sebagian besar telah disangkal di persidangan dan telah disepakati bersama bahwa hanya keterangan di persidangan yang dapat digunakan sebagai alat bukti.

Penuntut Umum juga menampilkan banyak dokumen dalam bentuk fotokopi tanpa menunjukkan aslinya, bahkan turut mencantumkan surat-surat yang tidak termasuk dalam berkas perkara resmi. Namun, secara ironis, dalam surat tuntutan hanya disebutkan penyitaan 7 (tujuh) dokumen sebagai alat bukti—tanpa mencantumkan dokumen-dokumen tambahan tersebut. Anehnya lagi, dalam *replik*, surat-surat yang sebelumnya “hilang” tersebut tiba-tiba kembali muncul. Ketidakkonsistenan ini menurut Tonang mencerminkan ketidakprofesionalan dan menunjukkan adanya kelemahan serius dalam penyusunan tuntutan.

Tonang menegaskan bahwa ketidakhadiran alat bukti yang relevan dalam surat tuntutan bisa menjadi dasar untuk menyimpulkan bahwa Penuntut Umum ragu atau skeptis terhadap dakwaannya sendiri. Dugaan ini diperkuat oleh fakta bahwa bukti-bukti yang dimunculkan justru malah memperlemah argumentasi dakwaan.

Diperkuat pula oleh fakta perdata yang dituangkan dalam Putusan No. 12/Pdt.G/2012/PN. Kubar dan hasil Pemeriksaan Setempat (PS) pada 4 Maret 2025, jelas terlihat bahwa dua lahan yang disengketakan berada di lokasi berbeda: Lahan milik Eronius berada di Simpang Raya, Kecamatan Barong Tongkok dengan bentuk segi empat dan kondisi kering, sementara lahan milik Widodo berada di Desa Sekolaq Joleq, Kecamatan Melak, dengan bentuk segitiga sama kaki dan kondisi tanah basah. Bahkan dengan alat bantu apapun, dua objek ini tetap tidak mungkin disamakan. Karena itu, anggapan bahwa SPPT Eronius merugikan Widodo adalah asumsi yang keliru.

Tonang juga mengutip pendapat Ahli Pidana, Dr. Aris Irawan, SH., MH., yang menegaskan bahwa tidak semua informasi yang tidak sesuai fakta secara otomatis masuk kategori pemalsuan. Kesalahan administrasi adalah hal yang lazim, dan cukup diselesaikan dengan perbaikan, bukan dengan pemidanaan. Contoh seperti ijazah Paket C yang hanya ditempuh 1 tahun atau surat tugas dengan tanggal yang salah, bukanlah bentuk pemalsuan yang dapat dipidana.

Menurut Tonang, klaim sengketa atas tanah seharusnya dibuktikan secara hukum melalui gugatan atau adanya proses hukum aktif. Tidak bisa hanya berdasarkan asumsi pribadi atau ketidaksukaan. Ia memberi analogi: “Jika saya tidak suka tetangga saya menjual rumahnya, lalu saya menyebar klaim bahwa rumah itu menyerobot tanah saya tanpa bukti hukum, jelas tidak bisa begitu.”

Penuntut Umum pun menghadirkan Ahli BPN Provinsi Kalimantan Timur, Zulkhoir bin Safaruddin Lubis, namun menurut Tonang, pendapat Ahli ini justru memperkuat posisi Eronius. Ahli menyatakan bahwa peta atau denah lahan transmigrasi harus memiliki tanda tangan dan stempel resmi dari BPN. Faktanya, peta yang ditampilkan di pengadilan adalah salinan fotokopi tanpa otentikasi. Pendapat ini bahkan sejalan dengan konsideran dalam Putusan Perdata No. 12/Pdt.G/2012/PN. Sdw yang menyatakan peta tanpa legalisasi tidak sah sebagai bukti kepemilikan atau penentu objek tanah.

Lebih lanjut, keterangan saksi Naufala Muhammad Hawari dan Ahli Zulkhoir dari BPN, yang tidak didukung portofolio, memperjelas bahwa SHM atas nama Widodo tidak berada di lahan yang kini dikuasai oleh terdakwa Eronius. Dengan demikian, unsur kerugian yang diklaim Jaksa terhadap saksi Widodo tidak terpenuhi, dan menjadi tidak relevan untuk dibebankan kepada Eronius.

Tonang menutup pernyataannya dengan menyatakan bahwa jika Jaksa jujur pada hasil persidangan, seharusnya Jaksa menuntut agar terdakwa dibebaskan. Menurut teori hukum, Jaksa boleh menuntut bebas apabila dakwaan tidak terbukti. Tonang memastikan akan mengupas lebih tajam lagi seluruh ketidakkonsistenan dalam Duplik pada sidang tanggal 30 April 2025 mendatang. [MM[

2 E1742217937328 1024x833
Img 20250327 Wa0101
Iklan Tri 1536x254
error: Coba Copy Paste ni Ye!!