TRADISI UPACARA ADAT TINGKEPAN

IMG-20241013-WA0007
Spread the love

Upacara mitoni, yaitu Upacara tradisional selamatan terhadap bayi yang masih dalam kandungan selama tujuh bulan. Ibu ini harus mengalami ritual penyucian dan kebersihan, harus suci dan tak boleh bernoda.

Tujuh bulan berarti simbolik budi pekerti, agar hubungan suami-istri tidak dilakukan lagi agar anak yang akan lahir berjalan baik. Ibu ini juga menurut adat mitoni ini, harus nampak seperti burung yang kehujanan/sapta kukila warsa; artinya  harus nampak lelah, dan kurang berdaya, tidak bisa terbang ke mana-mana. Karena itu, yang paling mujarab adalah berdoa agar bayinya selamat.

Ibu ini juga dilarang makan buah kepel, artinya buah yang melintang. Agar posisi bayi dalam kandungan jangan melintang. Ibu jangan duduk di depan pintu, atau di lumpang tempat menumbuk padi. Ini membentuk watak ibu yang sopan, tidak memalukan, dan juga jangan sampai tidak enak dipandang mata. Suami dilarang menyembelih hewan, suatu ajaran budi pekerti agar suami berhati-hati, menjauhkan diri dari semua bentuk penganiayaan terhadap binatang sekalipun, apalagi terhadap sesama manusia. Agar bayinya nanti, tidak cacat.

Selamatan ini dilakukan dikebun, kana kiri rumah pada suatu krobongan. Suatu bilik yang dibuat dari anyaman bambu kepang, dan pintunya menghadap ke timur. Krobongan itu dihiasi dengan tumbuh-tumbuhan. Krobongan adalah lambang dunia. Artinya, ibu hamil dan suami harus menghadapi tantangan berat. Kelahiran anak ibarat memasuki hutan atau pasren. Pintu krobongan menghadap ke timur, dapat dikaitkan dengan kata timur yang universal. Wetan, wiwitan, artinya permulaan hidup.

Pembukaan Ritual dipimpin oleh Sesepuh atau Petinggi Adat. Dalam Gereja ya Pendeta. Yang terpenting adalah bayinya lahir dengan selamat, tidak ada halangan sedikitpun, semuanya lancar dan sehat walafiat. Langkah-langkahnya adalah :

  1. Siraman, dilakukan oleh sesepuh dan suami. Menggunakan air yang suci, yang diambil dari tujuh mata air, ditaburi aneka bunga, kanthil, mawar, kenanga, daun pandan wangi. Disiram sesepuh dan suami, melambangkan kelahiran bayi yang suci, bersih. Pitu atau tujuh berasal dari kata pitulungan, pertolongan, agar bayi dapat dilahirkan dengan selamat melalui pertolongan Tuhan.
  2. Memasukkan telur ayam kampung, ke dalam kain wanita hamil, melalui perut yang menggelinding ke bawah dan pecah. Pecah telur itu lambang keluarnya bayi dari kandungan ibu, agar bayi lahir mudah.
  3. Harus berganti kain batik tujuh kali, diakhiri dengan kain yang bermotif Sidamukti. Sidamukti berarti menjadi mukti, menjadi mulia atau bahagia, agar anak lahir dalam kemuliaan dan kesenangan hidupnya.
  4. Ikat hitam putih, atau benang putih atau janur kuning, harus diputuskan oleh suami, dengan menggunakan keris. Simbol kelahiran telah terbuka, suami istri mendapatkan kemenangan. Rintangan atau benang putih harus diputuskan oleh suami, bayi akan lahir dengan mudah. Mereka mendapatkan cahaya (janur) kemenangan. Mereka mendapatkan anak. Pemotongan janur  berarti upaya mengatasi kesulitan.
  5. Suami memegang kelapa gading muda. Diteroboskan ke dalam kain wanita hamil ini kearah perut, kelapa gading ini menggelinding lalu diterima oleh calon nenek, ibu dari wanita hamil. Calon nenek segera menggendong kelapa gading muda. Calon nenek dari besan, segera meneroboskan belut, yang masih hidup, yang ditangkap oleh suami, lalu dimasukkan ke dalam sekar setaman. Lalu suami memegang belut harus masuk rumah tanpa pamit, harapan agar anak yang lahir nanti cantik seperti …….. atau bila anak laki-laki ganteng seperti ……… Agar suami mengejar belut dengan cepat melambangkan agar kelahiran terjadi secara licin, secara langsung, lebih cepat.
  6. Ibu hamil diajak ke kamar. Segera berdandan. Harus melakukan tradisi jual dawet dan rujak. Tamu harus membelinya dengan uang beneran? Atau pecahan genteng. Uang tersebut dimasukkan ke dalam kuali tanah. Lalu kuali dari tanah itu dipecah di depan pintu oleh Ibu hamil. Maknanya agar bayi kelak banyak rejekinya.
  7. Kenduri sebagai syukuran. Tumpeng kuat, berjumlah 7. Satu tumpeng dibuat paling besar, enam diletakkan mengelilingi tumpeng besar. Agar bayi lahir sehat dan orang tua kuat. Lahir batin.
  8. Keleman, sajian umbi-umbian, tujuh macam, ubi jalar, ketela, gembili, wortel, ganyong, dan garut. Rejeki banyak dan hidup sederhana, jangan korupsi. Rujakan terdiri dari jeruk, mentimun, belimbing, pisang, merupakan , bersama dhawet ayu, gambaran kesenangan.
  9. Sega megana, nasi diletakkan dalam periuk, dalamnya ada lauk dan sayuran. Bayi telah berbentuk, (gumana), sebagai manusia yang siap lahir, Ia secara fisik dan non fisik diharapkan telah lengkap.
  10. Ketan procot yang diaduk dengan santan, dimasukkan daun pisang yang kanan kirinya tak boleh ditusuk dengan biting, lambang agar bayi lahir dengan mudah.
  11. Jabang Bayi lahir sageto welujeng selamet ampunenten alangan sak tunggal penopo, artinya, Agar anak yang dikandung terlahir dengan gangsar, mudah, sehat, selamat, fisik yang sempurna, tak ada gangguan apa-apa.

KESIMPULAN

Banyak orang generasi saat ini yang tidak bisa menerima tradisi ini karena dianggap mistik dan ketinggalan zaman. Akibatnya bukan hanya terjadi penolakan dari masyarakat, juga terjadi sikap skeptis dan apatis terhadap tradisi ini.

Tinggalkan Balasan

error: Coba Copy Paste ni Ye!!