SITUS PLANGGATAN

Kefaspelita
Images (3)
Spread the love

Karanganyara,Pelitanusantara.com | Situs Planggatan berada di Bukit Planggatan, Dusun Tambak, desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Karanganyar, Jawa Tengah. menengok dari letaknya yang berada dikaki gunung lawu, sepertinya situs ini bersama situs Candi Sukuh, Candi Kethek, Candi Cetho, dan mungkin hingga pada Situs Menggung, yang berada di daerah Tawangmangu. Namun ternyata, warga sekitar situs Menggung menganggap bahwa persitusan di Kecamatan Ngargoyoso dengan Situs Menggung di Kecamatan Tawangmangu memiliki masa pembangunan  yang berbeda. “Kalau disini (Situs Menggung, red) adalah petilasan airlangga, dan kalau di Sukuh dan sekitarnya sana (Candi Sukuh, Cetho, kethek dan plenggatan adalah petilasan Brawijaya,” ungkap Priyanto, juru pelihara situs Menggung. Persepsi yang berkembang dimasyarakat, tentu makin membuat situs ini jadi cukup unik untuk terus di pelajari. Keterikatan antara situs candi planggatan dengan candi Sukuh hingga Kethek, ternyata terlihat dari komponen relief yang masih tersisa disitus-situs ini.

Relief yang terdapat di Candi Planggatan mempunyai gaya penggambaran taktis. dalam beberapa relief di situs ini terdapat sesosok pria tengah menunggangi kuda. ternyata sesosok ini islah seorang bangsawan yang selalu dikawal oleh dua ajudannya. salah satu relief juga terlihat sebuah bangunan, yang dipercaya ialah penggambaran bangunan pemujaan di sekitar Situs Candi Cetho berada. Tapi, dari gaya pahatan serta penggambaran tokoh didalamnya. kuat dugaan bahwa cerita Candi tersebut masih satu rangkaian dengan Candi Cetho dan Sukuh yang sama-sama dibangun pada masa Majapahit akhir.

dari sejumlah relief yang tersisa di situs ini, ada satu relief yang cukup menarik dan menjadi petunjuk kuat mengenai pertanggalan candi tersebut. Relief itu adalah relief seekor gajah yang digambarkan secara antropomorfis (setengah hewan-setengah manusia) dalam posisi berdiri dengan belalai ke bawah dan di bagian mulutnya terdapat gambar bulan sabit, seolah-olah gajah tersebut tengah memakan buah sabit. Gajah digambarkan memakai sorban seperti seorang wiku/pendeta. Pada bagian pinggang memakai ikat pinggang yang dibuat dari lipatan kain dan pada bagian pinggang sampai lutut tertutup kain pula.  Relief ini merupakan sebuah sengkalan memet yang jika dibaca berbunyi “Gajah wiku mangan wulan” yang jika diartikan menjadi sebuah angka tahun 1378 caka atau sama dengan 1456 Masehi. Penggambaran Gajah Wiku ini sama dengan relief yang ditemukan di Candi Sukuh merupakan bagian dari relief pande besi, hanya saja relief Gajah Wiku di Candi Sukuh digambarkan tengah memakan buntut. Namun nilai sengkalan memetnya mempunyai arti yang sama yakni 1378 caka. Artinya pembangunan kedua candi ini (Planggatan dan Sukuh) mempunyai kurun waktu yang sama. Pada bagian kanan relief Gajah Wiku ini terdapat pahatan prasasti sebanyak empat baris. Bentuk pahatan huruf prasasti ini juga sama dengan prasasti batu yang ditemukan di Candi Ceto dan Sukuh. Hasil pembacaan Riboet Darmosoetopo, seorang dosen arkeologi Fakultas Sastra UGM, Yogyakarta menyebutkan. Sebenarnya sorban yang dipakai gajah bukan menggabarkan wiku (bhikkhu) karena wiku tidak memakai sorban, namun berkepala gundul. Rasanya lebih mengena bila disebut sebagai “gajah begawan”, sebab penggambaran begawan ada yang bersorban sebagaimana digambarkan sebagi Begawan Abiyasa. Diantara beberapa relief yang ada salah satunya menggambarkan sengkalan memet (sandi angka tahun) berupa Gajah Wiku, yaitu sosok setengah gajah, setengah manusia dengan belali ke bawah dan memakan bulan sabit dengan pakaian seorang wiku/ pendeta. Relief ini dibaca “Gajah wiku mangan wulan” dan diartikan 1378 caka atau sama dengan 1456 Masehi. Selisih 19 tahun dengan Candi Sukuh yang selesai tahun 1437 Masehi. Disamping kanan relief gajah Wiku ini, terdapat prasasti berhuruf dan berbahasa kawi sebanyak empat baris yang berbunyi : “padamel ira ra ma balanggadawang barnghyang punun  dah nrawang” Terjemahannya : “Pembuatannya Rama Balanggadawang bersamaan dengan Hyang Panunduh Nrawang

Situs ini dipercaya termasuk peninggalan dari Prabu Brawijaya V Raja terakhir Majapahit sebelum moksa. Diceritakan bahwa Prabu Brawijaya berpindah dari Jawa Timur ke Gunung Lawu. Pada tahun 1985 Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) yang saat ini telah berganti nama menjadi Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa tengah, pernah melakukan penggalian sebanyak dua kali. Dari penggalian ini diketahui bahwa candi yang masih terpndam ini menghadap ke Barat. Entah mengapa, setelah diketahui arah hadap candi ini, penggalian dihentikan dan batuan candi ditutup kembali.

Situs Planggatan memiliki total luas 4.460 meter persegi, yang dibangun pada ketinggian 910 meter di atas permukaan laut. Kini situs ini hanya menyisakan sebuah gundukkan besar, dengan beberapa batu candi terlihat di tembok luar gundukan candi ini. besar kemungkinan bangunan asli dan komponen candi ini masih terpandem di alam ataupun di sekitar gundukan bukit ini. Selain jadi salah satu objek alternatif ketika melancong ke Candi Sukuh, yang notabennya hanya berjarak kurang dari lima km. situs ini juga masih sering digunakan warga sekitar untuk upacara bersih desa.(Pelitanusantara.com)

Tinggalkan Balasan

error: Coba Copy Paste ni Ye!!