Iklan Tri 1536x254

RA KARTINI DAN GURU ROHANINYA

Download (17)
Img 20241215 Wa0122
Img 20250318 Wa0041
Spread the love

Pelitanusantara.com Hanung Bramantyo, sutradara film kenamaan itu, saat mempersiapkan film Kartini besutannya, berkunjung ke gereja kami, setelah bertanya ini itu, lalu bertanya kepada saya,”Apakah Kartini dulu mempunyai guru rohani dari gereja ini?”

Saya jawab, bahwa saya tidak tahu akan hal itu. Saya sampaikan yang saya tahu adalah informasi bahwa Kartini remaja yang lahir 21 April 1879 pernah datang ke gedung gereja kami menemani ayahandanya Bupati Jepara R.M. Adipati Sosroningrat pada waktu gereja punya acara peresmian gereja kami dan kemungkinan besar sekaligus acara penahbisan pendeta Johan Hubbert sebagai pendeta di gereja Kedungpenjalin.

Saat itu gereja kami menurut buku Tata Injil di Bumi Muria terbitan Sinode GITJ, bernama: Gereja Jawa Muria Kedungpenjalin. (h. 98)

Satu-satunya sumber yang saya dapatkan yang menyatakan bahwa Kartini remaja pernah datang ke gereja kami sementara ini adalah dari buku: Panggil Aku Kartini Saja karangan Pramoedya Ananta Toer. Dikisahkan dari buku itu, setelah Kartini bebas dari pingitan, maka Kartini diajak ayahandanya dengan naik kereta kuda pergi ke dusun Kedungpenjalin untuk menghadiri sebuah acara gereja. Pramoedya Ananta Toer menulis cukup rinci akan hal ini:

Hari masih pagi waktu itu, dan itulah pagi ‘untuk pertama kali setelah meninggalkan sekolah, aku melihat kembali dunia luar’. Kartini dan adik-adiknya yang juga dibebaskan menjalani upacara pembebasannya secara agak aneh, sekalipun lebih bersifat kebetulan. Dengan berkereta mereka pergi ke Kedungpenjalin, menghadiri pentahbisan sebuah gereja baru! Itulah pula buat pertama kali Kartini menghadiri kebaktian Nasrani, ‘dan segala yang kami lihat dan dengar di sana, meninggalkan kesan dalam pada kami’. Rupa-rupanya asosiasi antara pembebasan dan pentahbisan gereja itu sangat kuatnya. Karena peristiwa yang sudah lama terjadi itu di kemudian hari masih juga segar-bugar di dalam ingatannya. Dan asosiasi ini di kemudian hari pun menyebabkan Kartini dengan tulusnya dapat menghargai agama Nasrani.” (h. 77) Kalau itu acara ‘pentahbisan gereja’ mungkin peresmian gedung gereja tepatnya, penanggalannya 13 Oktober 1895. Menurut buku Tata Injil di Bumi Muria pembangunan gedung gereja sudah dimulai sejak tahun 1881. Setelah Johann Hubert, misionaris dari Rusia ini datang, maka diusahakanlah dana dari gereja mennonit di Rusia sehingga kemudian selesai dan diresmikan gedung gereja itu di tanggal tersebut. (h. 104)

Orang Inikah?

Dalam buku: Kartini, Sebuah Biografi, karangan Sitisoemandari Soeroto, disebutkan tentang pertemuan Kartini saat berkunjung ke Batavia bersama keluarganya dengan Dr. Adrian perlu ditambahkan di sini. Oleh Nyonya Abendanon, keluarga Kartini diperkenalkan dengan Dr. Andrian, pendeta Kristen dan ahli bahasa yang termasyhur, yang bertahun-tahun bekerja di tengah suku bangsa Toraja di Sulawesi Selatan yang pada waktu itu sedang mengadakan perjalanan keliling Jawa dan Sumatera. Dr. Adrian, diundang khusus oleh Nyonya Abendanon makan malam bersama tamu-tamunya dari Japara itu. (h. 225)

Dr. Adrian menulis kepada Nyonya Nellie van Kol, bahwa pertemuannya yang hanya semalam itu, membuatnya seketika tertarik kepada mereka. Kepada istrinya, Dr. Adriani menulis bahwa ia “senang sekali dapat bertemu bercakap-cakap secara bebas dan terbuka dengan seorang wanita Jawa yang sama sekali tidak canggung sikapnya. Dr. Adriani diundang untuk berkunjung ke Jepara, namun Dr. Adriani tidak bisa memenuhi undangan tersebut, karena ia harus segera kembali ke Sulawesi Tengah. Dari Sulawesi, Dr. Andriani disebut mengirimkan beberapa karangan dan sempat terjadi korespondensi atau surat menyurat dengan Kartini. (h. 226)

Apakah kedua peristiwa, yakni saat Kartini berkunjung ke gereja Kedungpenjalin, kemudian ada kelanjutan komunikasi antara Pendeta Johan Hubbert dengan Kartini atau keluarga belum diketahui. Demikian pula pertemuan Kartini yang berlanjut pada korespondensi antara Kartini dengan Dr. Adriani, sehinga apakah ada percakapan bersifat rohani di antara mereka, belum ada tulisan khusus juga yang mengupas hal itu.

Komunitas Mojowarno di Hati

Namun yang jelas, bahwa penghargaan Kartini terhadap kaum Nasrani luar biasa. Hal ini bisa dilihat keinginan Kartini saat kecewa dan stres berat karena keinginannya menjadi pembantu majalah Belang en Recht (Kepentingan dan Hak) terbitan Netherland, ditolak ayahandanya. Padahal saat itu, dia sudah masyhur sebagai seorang pengarang yang mulai diperhitungkan. Dalam kondisi penuh dengan kekecewaan itu, Kartini bertekat melarikan diri ke komunitas Kristen Protestan yang ada di Mojowarno Jawa Timur. Pada saat itu memang kekristenan mulai berkembang di Mojowarno dan ada seorang missionaris dari Belanda di sana yang bernama Jelle Eeltje Jellesma.

Pramoedya Ananta Toer mencatat percakapan lewat surat antara Kartini dengan sahabatnya, seorang keturanan Yahudi-Belanda yang bernama Estelle Zeehandelaar. Kata Kartini: “Benarkah kau menganggap Mojowarno mengerikan? Coba, apakah yang lebih baik, menjadi gila di rumah ini, ataukah mencari pengobatan bagi luka-luka jiwa kami dengan suasana cinta-sesama? Ke sana jugalah perginya kalau keinginan-keinginan kami tak bisa dipuaskan, jadi tidak lebih lama lagi kami terkungkung, terkurung oleh kekerdilan-kekerdilan dari kedangkalan-kedangkalan jiwa. Kami pada dasarnya orang yang bersemangat untuk menyesuaikan diri dalam suasana yang kami jijiki dan muak dengan hati dan jiwa kami. Bukan musuh dari luar yang melumpuhkan kami, itu kami tiada takut barang sedikitpun; tapi yang dari sini dari dalam sini yang menggerumit di dalam jiwa, hati, dan otak kami.”(h.212)

Selanjutnya kata Kartini yang mencerminkan hatinya yang galau dahsyat: “Ayoh , katakanlah kau tiada kecewa, putus asa, berduka cita, sekiranya menerima surat-surat dari aku, dan untuk seterusnya, menulis surat-surat kepadaku dengan alamat Mojowarno. Ayolah, Stella, berilah hiburan itu. Ayoh, relakanlah aku…kami yakin bahwa lingkungan yang mulia, suci dan cinta sesama dengan melupakan diri sendiri itu akan menyembuhkan luka-luka hati dan luka-luka jiwa kami, dan akan mencucikan diri kami. Bahwa kami akan datang ke sana dengan hati robek-robek dan jiwa luka parah, tiada kan dapat diragukan lagi, tapi Mojowarno sama sekali tiada bersalah tentang hal ini…”_ (h. 213)

Religius Tanpa Syariat Tertentu?

Pertanyaan yang sama,”Siapa guru rohani Kristen bagi Kartini, apakah ada?kemudian tidak saja muncul dari Hanung Bramantyo, tetapi dari wartawan koran Tempo, sesudahnya kepada saya. Tahun 2021 yang lalu, seorang wartawan Jawa Pos Radar Kudus, menjelang hari Kartini juga menelpon dengan pertanyaan yang mengarah kepada hal itu.

Terhadap pertanyaan itu, sebagaimana yang saya tuliskan di atas, saya tidak tahu. Tetapi jika pertanyaan mengarah ke bidang lebih khusus, bagaimana Kartini berpikir soal ketuhanan? Mungkin jawabannya akan lebih spesifik. Pramoedya Ananta Toer menulis, bahwa Kartini adalah seorang yang religius, tanpa berpegang pada bentuk-bentuk keibadahan ataupun syariat, jadi ia termasuk dalam golongan javanis Jawa, atau golongan kebatinan, di mana Tuhan dipahami sebagai sumber hidup, yang mengikat setiap orang dengan-Nya, tak peduli apapun agama yang dianut, bahkan juga bagi ateis sekalipun, sebagaimana jelasnya dinyatakannya dalam hubungan dengan buku Edna Lyall We Two. Ia juga dapat menerima agama apa pun, dan ia tidak dapat menerima pemutarbalikan atas agama apa pun, sebagaimana pernyataannya terkait dengan buku Sienkiewicz _Quo Vadis?_ (h. 260-261).

Yang jelas memang Kartini memiliki rekan-rekan Eropa yang seringkali berkorespondensi dengannya. Sedikit banyak memang hal ini mempengaruhi cara berpkirnya tentang manusia, Tuhan dan lain-lain. Selain itu, dia juga mengadakan interaksi juga dengan bangsanya Jawa yang membuatnya sangat menghargai budaya Jawa, termasuk agama Islam yang diwarisinya dari nenek moyangnya. Menurut buku: Kartini Sebuah Biografi, Kartini mencapai tataran kebatinan seperti orang Jawa waktu itu yang memiliki pendapat: Allah adalah di dalam diri sendiri. Sehingga ketika seorang orang tua yang melihat kebatinan Kartini seperti itu lalu memberikan Kartini buku-buku kuno yang berbahasa Arab dan Jawa. Terhadap hal ini, sebagaimana yang ditulis dalam buku, Kartini Sebuah Biografiadalah sebagai berikut:“seorang orang tua di sini memberi kepada kami sekumpulan buku-buku Jawa kuno, di antaranya ada yang ditulis dengan huruf Arab. Mungkin kau tahu bahwa buku-buku Jawa itu sangat susah mendapatnya, karena ditulis dengan tangan. Hanya beberapa yang dicetak. Kami sekarang sedang membaca sebuah syair yang bagus, yang mengandung petuah-petuah bijaksana, ditulis dalam ‘bahasa kembang.’…”_ (h. 112)

Selamat memperingati hari Kartini di tahun 2025 ini. Peringatan Hari Kartini tahun ini masih meriah seperti tahun-tahun sebelumnya. Nampaknya siapa guru rohani Kartini masih perlu dipelajari, menguak spirit emansipasi wanita yang saat itu diperjuangkannya. Namun yang terpenting sebenarnya adalah bahwa perubahan kedudukan wanita sebagaimana yang dicita-citakan Kartini, masa sesudah kehidupan Kartini berangsur-angsur mendapatkan pengakuan hingga saat ini.

Oleh: Suyito Basuki

2 E1742217937328 1024x833
Img 20250327 Wa0101
Iklan Tri 1536x254
error: Coba Copy Paste ni Ye!!