Kutai Barat – Kuasa Hukum Yahya Tonang melalui somasi yang telah disampaikan sebelumnya, kini melayangkan surat resmi kepada Polres Kutai Barat terkait dugaan penggelapan hak atas lahan plasma. Dalam surat tersebut, Yahya Tonang, yang bertindak atas nama kliennya Sdr. Supri, menegaskan bahwa somasi yang dikirimkan sebelumnya belum mendapatkan tanggapan dari pihak terkait, baik dari PT. Teguh Swakarsa Sejahtera (PT. TSS) maupun pihak Koperasi Sempeket Takaq Mitra Sawit.
Dalam surat yang disampaikan kepada Polres Kutai Barat, pihak kuasa hukum menyebutkan bahwa PT. TSS telah menandatangani Berita Acara Eksekusi dan Peta Lokasi Plasma pada tahun 2018 yang seharusnya menjadi dasar bagi pelaksanaan hak masyarakat atas lahan plasma. Menurut mereka, meskipun eksekusi telah dilakukan oleh Pengadilan Negeri Kutai Barat pada tanggal 20 Februari 2018, hingga saat ini masyarakat yang seharusnya menerima hak plasma seluas 117 hektar tidak mendapatkan hasil produksi yang sesuai dengan peraturan yang berlaku.
“Dalam hal ini, perbuatan PT. TSS dan pengurus Koperasi Sempeket Takaq Mitra Sawit, yang telah mengalihkan lahan plasma kepada pihak lain melalui Akta Perdamaian tanpa persetujuan Rapat Anggota Koperasi, merupakan tindakan yang jelas melawan hukum,” ujar Yahya Tonang dalam surat tersebut.
Lebih lanjut, pihak kuasa hukum mengungkapkan bahwa tindakan tersebut telah menciptakan kerugian bagi masyarakat, yang semestinya berhak atas hasil produksi kebun plasma. Mereka menganggap tindakan tersebut sebagai penggelapan lahan plasma dan hasil produksi, yang bertentangan dengan putusan Mahkamah Agung yang memenangkan hak masyarakat dalam perkara ini.
“Perjanjian yang dibuat pada tahun 2013 antara PT. TSS dan Koperasi Induk Mitra Bongan Jempang serta Akta Perdamaian yang dibuat pada tahun 2018 tidak memiliki dasar hukum yang kuat, karena sudah diuji dalam persidangan yang memenangkan hak masyarakat,” tambah Yahya Tonang.
Dalam kesempatan tersebut, kuasa hukum juga menekankan bahwa tindakan PT. TSS mengabaikan kewajiban untuk memberikan hak plasma kepada masyarakat sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati. Selain itu, mereka mengingatkan bahwa Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid, telah mengeluarkan himbauan agar perusahaan perkebunan memberikan minimal 20% lahan plasma kepada masyarakat, bahkan dapat meningkat menjadi 30% jika perpanjangan HGU dilakukan.
“Dengan tidak dilaksanakannya kewajiban tersebut, PT. TSS berisiko melanggar ketentuan hukum yang berlaku dan dapat diproses secara hukum,” tegas mereka.
Sebagai penutup, kuasa hukum Yahya Tonang meminta agar pihak kepolisian segera mengambil langkah-langkah hukum yang diperlukan dalam menyelidiki dan mengusut dugaan penggelapan hak masyarakat atas lahan plasma tersebut. Mereka juga mengingatkan pihak-pihak yang terlibat bahwa tidak ada pihak yang kebal hukum, dan setiap perbuatan melawan hukum akan mendapatkan konsekuensinya.
Laporan ini akan menjadi bahan telaah lebih lanjut bagi Penyidik Polres Kutai Barat dalam menyelidiki permasalahan ini agar hak-hak masyarakat dapat ditegakkan sesuai dengan hukum yang berlaku.[MM]