Semarang – Pelitanusantara.com
Purwanto (56) mengayuh sepeda mini sederhana di trotoar area Tugu Muda Semarang. Seorang wanita yang sudah cukup usia, yang ternyata istrinya menggendong seorang bayi berumur sekitar 5 bulan duduk di goncengan sepeda. Purwanto kemudian menghentikan dan menyandarkan sepeda di tanaman bunga yang ada di pingggir trotoar. Anak kecil yang digendong istrinya beralih ke tangan Purwanto berikut selendangnya juga.
Istrinya kemudian memungut koran yang ada di keranjang depan sepeda. Tidak lama, istri Purwanto sudah berjalan menuju ke tengah jalan Pandanaran di sekitar area lampu traffic light dan kemudian menjajakan koran kepada pemotor atau sopir mobil yang berhenti karena lampu trafic light menyala warna merah.
Baik Purwanto maupun istrinya mengenakan pakaian bersahaja dengan rompi berwarna biru yang sudah lusuh. Rompi itu sebagai penanda bahwa mereka adalah penjual koran di area traffic light Tugu Muda Semarang, sehingga keberadaan mereka yang berlalu lalang di sekitar traffic light atau orang Semarang menyebut sebagai lampu “bang-jo” itu mudah dikenali.
Purwanto dengan menggendong anak kecil yang ternyata adalah cucu perempuannya itu kemudian bercerita bahwa pekerjaan jual koran saat ini kurang menggairahkan. Padahal dahulu pernah mengalami jaman keemasan bagi penjual koran. Saat ini kalau situasi ramai, sehari ia bisa menjual koran dengan mendapat uang sekitar 70 ribu rupiah. Koran yang diminati pembeli saat ini menurutnya adalah koran Tribun.
“Cuma sayang, Tribun halamannya berkurang menjadi 8 halaman, padahal laris,” demikian Purwanto yang menjual koran Tribun tersebut tiga ribu rupiah. Purwanto sudah menjual koran sekitar 30 tahun lebih. Pernah mengalami peruntungan bagus saat kejayaan koran cetak seperti Suara Merdeka.
“Dulu koran Suara Merdeka banyak peminatnya. Hasil jual koran saat itu lumayan,” demikian Purwanto yang lahir di daerah Dadapayam Salatiga ini yang memiliki 3 orang anak dan dua orang cucu.
Ditemui terpisah kemudian, Biyanto (48) penjual koran di lokasi Tugu Muda Semarang juga, mengaku bahwa sekarang ini susah berjualan koran. Menurut Biyanto kelahiran Semarang ini, berita di koran kalah bersaing dengan berita yang ada di Hand Phone dan siaran berita di televisi.
“Orang sekarang lebih suka membaca berita di HP daripada koran,” demikian keluh Biyanto yang juga menjual stick kartu tol yang diletakkan di asongannya ini. Keuntungan hasil jual koran dan stik kartu tol itu rata-rata setiap harinya berkisar 40 ribu rupiah. Dari keuntungan itu, uang digunakannya untuk makan dan beli rokok, sisanya dibawa pulang.
“Dulu orang suka baca koran terutama iklan kecik yang berisi lowongan pekerjaan, jual beli motor mobil, berita duka. Selain itu juga suka baca berita bencana alam dan peristiwa-peristiwa besar,” demikian jelas Biyanto yang dulu sempat berpenghasilan 50 hingga 100 ribu setiap harinya.
“Pada waktu terjadi gempa bumi di Jogja dan bencana tsunami di Aceh, koran kayak gorengan larisnya,” imbuh Biyanto yang memiliki saudara bernama Soim yang juga bekerja sebagai penjual koran juga di area yang sama.
“Orang juga banyak beli koran saat PSIS Semarang menjuarai liga kompetisi,” kenang Biyanto saat menjajakan koran di masa koran cetak masih berjaya. Saat itu, dia masih bisa lumayan menangguk keuntungan.
Bagaimana jika koran yang dijual tidak laku? Biyanto yang membeli koran dari agen yang berada di seberang jalan mengaku bahwa kemungkinan koran yang dijualnya tidak laku tetap ada.
“Kalau tidak habis koran dijual sebagai koran bekas atau dikilokan, 1 kilo 10 ribu rupiah. Koran itu untuk bungkus makanan dan lain-lain,” demikian ujar Biyanto yang mengaku memiliki langganan lima 5 orang di lampu “bang-jo” Tugu Muda itu setiap harinya.
Kemajuan dunia digital nampaknya akan terus menggerus peruntungan penjual koran seperti Purwanto, Biyanto dan kawan-kawan. Namun bagi Purwanto pekerjaan sebagai penjual koran itu nampaknya akan terus dia lakukan karena tidak ada alternatif lain pekerjaan baginya.
Demikian juga dengan Biyanto. Ia bertekad akan tetap berjualan koran. Dia berharap dari hasil penjualan ia bisa menabung, dan suatu saat uang tersebut akan digunakannya untuk meminang gadis lulusan SMA yang saat ini bekerja sebagai sales yang sudah dua bulan ini mau jadi pacarnya.
Oleh: Suyito Basuki